Full Width CSS

iklan

Di Desa Ini Jalan Umum Tidak Boleh Ditutup Saat Hajatan

Ada banyak kearifan lokal yang tersebar dan masih lestari di Bumi Nusantara ini. Salah satu kearifan lokal yang masih lestari itu berada di Dukuh Bolo Wetan, Desa Bolo, Kecamatan Wonosegoro, Boyolali.


Di desa yang cukup terpencil di wilayah Boyolali utara ini, warga masih memegang teguh salah satu larangan nenek moyangnya, yakni tak boleh menutup jalan umum dengan kajang atau tenda saat acara hajatan.

Warga tak akan sekali-kali melanggar pantangan itu meski zaman kini telah maju. Salah satu sesepuh Dukuh Bolo Wetan, Mbah Pomo, menjelaskan pantangan menutup jalan umum itu telah ada sejak zaman simbahnya dulu.

Menurutnya, jika ada warga berani memasang kajang di jalan umum saat ada acara pernikahan, maka orang yang punya hajat bakal terkena musibah atau bernasib sial. Larangan ini bukan tanpa alasan. Warga meyakini bahwa eyang mereka yang menunggu desa bisa marah jika jalan umum ditutup.

“Enggak ada yang berani [memasang kajang] di jalan umum kalau pas punya hajat. Nanti kalau Mbah Siyem mau lewat, warga yang nutup jalan bisa kuwalat,” ujar istri mendiang penjaga makam Mbah Siyem itu saat berbincang dengan Solopos.com beberapa waktu lalu.

Terlepas benar tidaknya hikayat Mbah Siyem itu, yang jelas larangan memasang kajang di jalan umum cukuplah masuk akal. Apalagi saat ini, kian sering orang dengan sesuka hati menutup jalan raya untuk sebuah acara pribadi, seperti pesta pernikahan. Carik Desa Bolo, Ratno, menjelaskan larangan memasang kajang di jalan umum sesungguhnya adalah pesan moral bahwa hidup itu jangan sampai membikin susah orang lain.

Penderitaan Orang Lain

Pesan lebih mendalamnya ialah ketika seseorang mendapatkan kebahagiaan, janganlah kebahagiaan itu dirayakan di atas penderitaan orang lain. “Kalau menutup jalan umum saat merayakan kebahagiaan, itu sama saja merepotkan orang lainnya kan? Orang yang mau lewat jadi tak bisa,” jelasnya.

Menurut Ratno, hikayat Mbah Siyem sungguh melegenda di Dukuh Bolo Wetan. Warga meyakini Mbah Siyem adalah sosok yang selalu menjaga desa mereka, meski sejatinya dia telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, warga sangat menghormati leluhurnya itu. Sebagai bentuk penghormatan, Makam Siyem sampai saat ini tetap terawat di dukuh setempat.

“Ada yang menjelaskan Mbah Siyem ini sebenarnya seorang ulama penyebar agama Islam. Nama Aslinya Kiai Syam. Lidah orang desa menyebutnya Siyem,” jelasnya.

Nama Syam sendiri konon diambil dari nama sebuah negeri di timur tengah, yakni Negeri Syam. Negeri Syam berada di timur laut Mediterania, barat Sungai Efrat, utara Gurun Arab dan sebelah selatan Pegunungan Taurus. Saat ini, Negeri Syam merujuk pada sejumlah negara timur tengah, antara lain Lebanon, Syiria, Palestina, dan Yordania.

Tokoh pemuda setempat, Sunarso, membenarkan hal itu.  Menurut Sunarso, larangan mendirikan kajang di jalan umum adalah bentuk kearifan lokal yang harus dijunjung tinggi. “Sampai sekarang kearifan lokal itu masih diyakini warga setempat,” jelasnya.

sumber: http://www.solopos.com

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Di Desa Ini Jalan Umum Tidak Boleh Ditutup Saat Hajatan"

Posting Komentar